A. Ringkasan
materi
1.
Pengembangan pendidikan
karakter dan potensi peserta didik (BAB I)
Salah
satu aspek pedagogik yang harus dikuasai oleh guru adalah memahami
karakteristik siswa, agar supaya tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan,dan
metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan karakteristik
siswanya. Perbedaan karakteristik anak salah satunya dipengaruhi oleh psikologi
perkembangan.
a. Metode
dalam psikologi perkembangan
Ada
dua metode yang sering dipakai dalam menenliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Metode longitudinalmengamati
dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu
yang lama. Kelebihannya adalah kesimpulan yang dihasilkan lebih menyakinkan,
tetapi kelemahannya memerlukan waktu yang sangat lama. Sedangkan metode cross sectional mengamati dan mengkaji
banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Kelebihannya adalah
tidak memerlukan waktu lama hasil segera diketahui, tetapi kelemahannya adalah
diperlukan kehati-harian dalam menarik kesimpulan karena karakteristik anak
berbeda-beda.
b. Pendekatan
dalam psikologi perkembangan
Kajian
perkembangan manusia dapat menggunakan pendekatan menyeluruh/global(contoh
teori dari Rousseau, Stanly Hall , Havigurst) atau pendekatan khusus/spesifik
(contoh teori dari Piaget, Kohlberg, Erickson). Pendekatan menyeluruh
menganalisis seluruh segi perkembangan, tetapi untuk mempermudah penelitian
pembahasan dilakukan per aspek perkembangan.
c. Teori-teori
perkembangan
Berikut
ini beberapa teori perkembangan yang menjadi acuan dalam bidang pendidikan :
1) A.
Jean Jacques Rousseau
Menurut
rousseau, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu :
Ø Masa
bayi/infancy (0 – 2 tahun), cirinya
masa perkembangan fisik.
Ø Masa
anak/childhood (2 – 12 tahun),
cirinya masa perkembangan sebagai manusia primitive.
Ø Masa
remaja/pubescence(12 – 15 tahun),
cirinya masa bertualang.
Ø Masa
remaja/adolescence(15 – 25 tahun),
cirinya masa hidup sebagai manusia beradab.
2) Stanly
Hall
Menurut
Stanly Hall, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu:
Ø Masa
kanak-kanak/infancy(0 – 4 tahun),
cirinya perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata/berjalan.
Ø Masa
anak/childhood(4 – 8 tahun), cirinya
masa pemburu.
Ø Masa
puber/youth(8 – 12 tahun), cirinya
masa belum beradab.
Ø Masa
remaja/adolescence(12 – dewasa),
cirinya manusia beradab.
3) Robert
J. Havigurst
Menurut
Havigurst, perkembangan anak terbagi menjadi lima tahap, yaitu:
Ø Masa
bayi/infancy (0 – ½ tahun)
Ø Masa
anak awal/early childhood(2/3 – 5/7
tahun)
Ø Masa
anak/latechildhood(5/7 tahun –
pubesen)
Ø Masa
adolesense awal/early adolescence(pubesen
– pubertas)
Ø Masa
adolesense/lateadolescence(pubertas –
dewasa)
4) Jean
Piaget
Piaget
lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif. Menurut piaget
ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu:
Ø Tahap
sensorimotorik (0 – 2 tahun)
Ø Tahap
praoperasional (2 – 4 tahun)
Ø Tahap
operasional konkrit (7 – 11 tahun)
Ø Tahap
operasional formal (11 – 15 tahun)
5) Lawrance
Kohlberg
Kohlberg
lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan moral kognitif. Menurut
Kohlberg perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
Ø Preconventional moral
reasoning
-
Obidience
and paunisment orientation, anak berorientasi pada
kepatuhan dan takut hukuman.
-
Naively
egoistic orientation, anak berorientasi pada
intrumen relative.
Ø Conventional moral
reasoning
-
Good
boy orientation, anak berorientasi pada perbuatan
yang baik.
-
Authority
and social order maintenance orientation,
anak berorientasi pada aturan dan hukum.
Ø Post conventional moral
reasoning
-
Contranctual
legalistic orientation, orientasi anak pada
legalitas kontrak sosial.
-
Conscience
or principle orientation, orientasi anak pada
prinsip-prinsip etika yang bersifat universal.
6) Erick
Homburger Erickson
Erickson
memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson ada
delapan tahap perkembangan psikososial anak, yang biasa disebut siklus
kehidupan (life cycle), yaitu:
Ø Basic trust vs mistrust
(0 – 1 tahun), kemampuan Generativity vs
stagnation (20 – 50 tahun), kemampuan membuat, memelihara.
Ø menerima
dan memberi.
Ø Autonomy vs shame doubt
(2 – 3 tahun), kemampuan menahan atau membiarkan.
Ø Initiative vs guilt
(3 – 6 tahun), kemampuan menjadikan seperti permainan.
Ø Industry vs inferiority
(7 – 12 tahun), kemampuan membuat/merangkai sesuatu.
Ø Identity vs role
confusion (12 – 18 tahun), kemampuan menjadi diri
sendiri, berbagi konsep diri.
Ø Intimacy vs isolation
(20an), kemampuan melepas dan mencari jati diri.
Ø Ego integrity vs (
>50 tahun), kemampuan introspeksi, mereview perjalan hidupdespair
2.
Teori belajar (BAB II)
Guru sebaiknya
menguasai tentang teori-teori belajar, agar dapat mengarahkan
peserta didik berpartisipasi secara
intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan
isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi
Terdapat dua aliran teori belajar, yakni aliran teori belajar tingkah
laku (behavioristik)
dan teori belajar kognitif.
1.Teori
belajar behavioristik
Teori belajar
tingkah laku dinyatakan oleh Orton
(1987: 38) sebagai
suatu keyakinan bahwa
pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus (rangsangan)
dan respon (response). empat teori
belajar tingkah laku yaitu
teori belajar dari Thorndike, Skinner,
Pavlov, dan Bandura.
2.Teori belajar
Vygotsky
Menurut pandangan konstruktivisme tentang belajar,
individu akan menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman
pribadi yang telah dimilikinya untuk
membantu memahami masalah
atau materi baru. King (1994)
Lev
Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting
dalam konstruktivisme sosial.
Vygotsky menyatakan bahwa siswa
dalam mengonstruksi suatu
konsep perlu memperhatikan
lingkungan sosial. Ada dua konsep
penting dalam teori
Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal
Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang
didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri) dan tingkat perkembangan
potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di
bawah bimbingan orang
dewasa atau melalui
kerjasama dengan teman sejawat
yang lebih mampu). Yang dimaksud
dengan orang dewasa adalah orang lain yang memiliki
pengetahuan lebih.
Scaffolding merupakan
pemberian sejumlah bantuan kepada siswa
selama tahap- tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil
alih tanggung jawab yang semakin
besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat
berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Gambar
2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan
3.Teori Belajar Van Hiele
Dalam
pembelajaran geometri terdapat teori
belajar yang dikemukakan
oleh van Hiele (1954) yang
menguraikan tahap-tahap
perkembangan mental anak dalam geometri. van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitiandalam
pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan van Hiele melahirkan beberapa
kesimpulan mengenai
tahap-tahap perkembangan kognitif
anak dalam memahami geometri. van Hielemenyatakan bahwa terdapat 5
tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan,
deduksi, dan akurasi.
MenuruRt van Hiele, semua anak mempelajari geometri dengan melalui tahaptahap tersebut, dengan urutan yang sama, dan tidak
dimungkinkan adanya tingkat yang diloncati. Akan tetapi, kapan seseorang siswa mulai
memasuki suatu tingkat yang baru
tidak selalu sama
antara siswa yang satu
dengan siswa yang
lain. Proses perkembangan dari tahap
yang satu ke tahap berikutnya
terutama tidak ditentukan oleh umur
atau kematangan biologis,
tetapi lebih bergantung pada pengajaran
dari guru dan proses belajar
yang dilalui siswa. Menurut van
Hiele seorang anak yang berada pada
tingkat yang lebih rendah tidak
mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat
yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk
memahaminya, anak itu baru
bisa memahami melalui
hafalan saja bukan
melalui pengertian. Adapun
fase-fase pembelajaran yang menunjukkan
tujuan belajar siswa dan peran guru dalam
pembelajaran dalam mencapai
tujuan itu. Fase-fase
pembelajaran tersebut adalah:
1) fase informasi, 2)
fase orientasi, 3) fase
eksplisitasi, 4) fase orientasi
bebas, dan 5) fase integrasi.
4.Teori Belajar
Ausubel
David Ausubel
adalah seorang ahli
psikologi pendidikan. Ausubel
memberi penekanan pada proses
belajar yang bermakna.
Teori belajar Ausubel
terkenal dengan belajar bermakna dan
pentingnya pengulangan sebelum
belajar dimulai. Menurut Ausubel
belajar dapat dikalifikasikan ke
dalam dua dimensi.
Dimensi pertama berhubungan dengan
cara informasi atau materi
pelajaran yang disajikan pada
siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua
menyangkut cara bagimana
siswa dapat mengaitkan informasi itu pada
struktur kognitif yang telah ada, yang alam struktur kognitifnya,
dalam hal ini terjadi belajar
hafalan. Menurut Ausubel &
Robinson (dalam Dahar: 1989)
kaitan antar kedua dimensi
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3.
Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969)
Menurut Ausubel
(dalam Dahar, 1988:116)
prasyarat-prasyarat belajar bermakna ada dua
sebagai berikut. (1) Materi
yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; kebermaknaan materi
tergantung dua faktor,
yakni materi harus memiliki kebermaknaan logis dan
gagasan-gagasan yang relevan harus
terdapat dalam struktur kognitif
siswa. (2) Siswa yang akan belajar
harus bertujuan untuk
melaksanakan belajar bermakna.
Dengan demikian mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Prinsip-prinsip dalam teori belajar
Ausubel
Menurut Ausubel faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang
sudah diketahui siswa.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a.Pengaturan Awal
(advance organizer).
b.Diferensiasi Progresif.
c.Penyesuaian Integratif
(Rekonsiliasi Integratif)
Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran
Untuk menerapkan teori Ausubel
dalam pembelajaran, Dadang Sulaiman
(1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan
fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar
belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi
dan memformulasikan pengaturan
awal. Sedangkan fase pelaksanaan
dalam pembelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan
rekonsiliasi integratif.
5.Teori Belajar
Bruner
Jerome Bruner
adalah seorang ahli
psikologi perkembangan dari
Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi belajar kognitif yang memberikan
dorrongan agar pendidikan
memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir.
Belajar sebagai Proses Kognitif
Menurut Bruner
dalam belajar melibatkan tiga
proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga
proses tersebut adalah (1)
memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi, dan (3) menguji
relevan informasi dan ketepatan pengetahuan.
Bruner menyebut
pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai
konseptualisme instrumental . Pandangan
ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan seseorang tentang alam
didasarkan pada model-model tentang kenyataan
yang dibangunnya dan (2) model-model semacam
itu mulamula diadopsi dari
kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasi pada kegunaan bagi orang yang
bersangkutan.
Bruner
(1966) mengemukakan bahwa terdapat tiga
sistem keterampilan untuk
menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu
adalah yang disebut tiga cara
penyajian (modes of presents), yaitu:
a.
Cara penyajian enaktif
Anak belajar sesuatu pengetahuan
secara aktif, dengan menggunakan benda- benda konkret atau situasi
nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Cara ini terdiri atas
penyajian kejadian-kejadian yang lampau
melalui respon-respon motorik. Dalam
cara penyajian ini anak secara langsung
terlihat.
b.
Cara penyajian ikonik
Cara penyajian ikonik didasarkan pada pikiran
internal dimana pengetahuan
disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik, yang dilakukan anak berhubungan dengan mental, yang
merupakan gambaran dari objekobjek yang
dimanipulasinya. Anak tidak langsung
memanipulasi objek seperti yang
dilakukan siswa dalam
tahap enaktif. Bahasa menjadi
lebih penting sebagai suatu media berpikir.
c.
Cara penyajian simbolik
Cara
penyajian simbolik didasarkan pada
sistem berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih fleksibel.
Dalam tahap ini
anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objekobjek pada tahap
sebelumnya. Siswa pada tahap
ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain.
6. Menerapkan
Metode Penemuan dalam Pembelajaran
Salah satu dari
model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah model
belajar penemuan Jerome Bruner (1966).
Selanjutnya Bruner memberikan arahan bagaimana peran guru
dalam menerapkan belajar penemuan pada
siswa, sebagai berikut.
a.
Merencanakan materi
pelajaran yang diperlukan
sebagai dasar bagi
para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya
menggunakan sesuatu yang sudah
dikenal oleh siswa, kemudian guru
mengemukakan sesuatu yang berlawanan, sehingga
terjadi konflik dengan pengalaman
siswa. Akibatnya timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk menyelidiki masalah itu, menyusun
hipotesis-hipotesis, dan mencoba
menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah
tersebut.
b.
Urutan pengajaran hendaknya menggunakan cara penyajian
enaktif, ikonik, kemudian simbolik karena perkembangan intelektual siswa diasumsikan
mengikuti urutan enaktif, ikonik,
kemudian simbolik.
c.
Pada saat siswa
memcahkan masalah, guru
hendaknya berperan sebagai
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya
tidak mengungkap terlebih dahulu
prinsip atau aturan yang akan
dipelajari, guru hendaknya memberikan saran- saran jika diperlukan. Sebagai tutor,
guru sebaiknya memberikan umpan balik pada saat yang tepat untuk perbaikan
siswa.
d.
Dalam menilai hasil
belajar bentuk tes dapat berupa tes objektif atau tes esay,
karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara mendetail. Tujuan belajar penemuan adalah
mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri
generalisasi-generalisasi itu.
3.
Model-model pembelajaran
(BAB IV)
Proses
pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah untuk pelaksanaan kurikulum
2013 tertuang dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan no. 103 tahun
2014 yang dinaungi dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan no. 22
tahun 2016 tentang standar proses beserta lampirannya. Dalam lampiran permen
tersebut dinyatakan tentang konsep dasar mengenai proses pembelajaran yaitu
bahwa peserta didik dipandang sebagai subjek yang memiliki kemampuan untuk
secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuannya.
Sasaran
pembelajaran dalam menerapkan kurikulum 2013 mencakup ranah sikap, pengetahuan
dan keterampilan. Untuk ranah sikap diperoleh dengan melalui aktivitas
“menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan
diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
menganalisis, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas
“mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.
Berikut
ini beberapa desain pembelajaran yang selaras dengan prinsip pembelajaran
menggunakan kurikulum 2013, antara lain:
a. Pendekatan
Saintifik dan Metode Saintifik
Dalam
permendikbud no. 103 tahun 2014 dinyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
saintifik terdiri atas lima langkah kegiatan belajar, yakni mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan
informasi/mencoba (experimenting),
menalar/mengasosiasi (associating),
dan mengkomunikasikan (communicating).
Pendekatan
saintifik disebut juga sebagai pendekatan berbasis proses keilmuan. Sedangkan
model saintifik merupakan prosedur atau proses yang dilakukan untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah.
Tujuan pembelajaran
dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan
kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta
didik,
2) Membentuk
kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik,
3) Memperoleh
hasil belajar yang tinggi,
4) Melatih
peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya
ilmiah, serta
5) Mengembangkan
karakter peserta didik.
b. Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem-based Learning)
Pembelajaran
berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam
kehidupan sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik untuk
mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah,
keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau
memperoleh pengetahuan baru.
Prinsip-prinsip
pembelajaran berbasis masalah dalah sebagai berikut :
1) Penggunaan
masalah nyata (otentik)
2) Berpusat
pada peserta didik (student-centered)
3) Guru
berperan sebagai fasilitator
4) Kolaborasi
antar peserta didik
5) Sesuai
dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik untuk secara aktif
memperoleh pengetahuannya sendiri.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis
masalah adalah:
1) Klasifikasi
permasalahan
2) Brainstorming
3) Pengumpulan
informasi dan data
4) Berbagi
informasi dan berdiskusi untuk menemukan solusi penyelesaian masalah
5) Presentasi
hasil penyelesaian masalah
6) Refleksi.
c. Pembelajaran
Berbasis Projek (Project-based Learning)
Pembelajaran
Berbasis Proyek (PBP) adalah kegiatan
pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan PBP terletak
pada aktivitas-aktivitas peserta didik dalam menghasilkan produk.
Tujuan
Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah:
1) Memperoleh
pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.
2) Meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah projek.
3) Membuat
peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek yang kompleks dengan
hasil produk nyata berupa barang atau jasa.
4) Mengembangkan
dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat
untuk menyelesaikan tugas/projek.
5) Meningkatkan
kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok.
Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis
projek adalah:
1) Pembelajaran
berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas projek pada kehidupan
nyata untuk memperkaya pembelajaran.
2) Tugas
projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik
yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
3) Tema
atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu kompetensi dasar
tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran,
atau gabungan beberapa kompetensi dasar antar mata pelajaran.
4) Penyelidikan
atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang
telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam
bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya
dikomunikasikan untuk mendapatkan tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan
produk.
5) Pembelajaran
dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri dalam fasilitasi dan
monitoring oleh guru.
Langkah-langkah pembelajaran berbasis
projek adalah:
1) Penentuan
projek,
2) Perancangan
langkah-langkah penyelesaian projek,
3) Penyusunan
jadwal pelaksanaan projek,
4) Penyelesaikan
projek dengan fasilitasi dan monitoring guru,
5) Penyusunan
laporan dan presentasi/publikasi hasil projek,
6) Evaluasi
proses dan hasil projek.
d. Pembelajaran
Inquiry/Discovery
Pembelajaran
Inquiry/Discoverymerupakan proses
pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses
berpikir secara sistematis.
TujuanInquiry/Discovery Learning adalah:
1) Agar
siswa mampu merumuskan dan menjawab pertanyaan apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana, mengapa, dsb.Atau dengan kata
lain untuk membantu siswa berpikir secara analitis.
2) Untuk
mendorong siswa agar semakin berani dan kreatif berimajinasi.
Langkah-langkah Inquiry/Discovery Learning adalah:
1) Merumuskan
masalah
2) Merencanakan
prosedur
3) Mengumpulkan
dan menganalisis data
4) Menarik
kesimpulan
5) Aplikasi
dan tindak lanjut
4.
Evaluasi hasil belajar
(BAB VII)
a.
Pengertian Penilaian Hasil Belajar
Oleh Pendidik
Berdasarkan
Pasal 1 Peraturan Mentri Pendidikan Dan Kebudyaan Nomor 53
Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidikan Dan Satuan Penddikan
Pada Pendidikan dasar dan pendidikan menengah, penilain hasil belajar oleh
pendidik adalah proses pengumpulan iformasi/data tentang capaian pembelajaran
peserta didik dalam aspek sikap, aspek pegetahuan, dan aspek keterampilan yang
dilakukan secara terencana dan sistematis yang dilakukan untuk memantau proses,
kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi
hasil belajar Penlaian Hasil Belajar Oleh Pendidik Dilakukan Secara
Berkesinambungan.
Berdasarkan
Permendikbud No. 81A tahun 2013
istilah penilaian (assesment) terdiri
dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
Berdasarkan Permendikbud No. 53
tahun 2015 penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan
informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi
sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah
proses pembelajaran. Penilaian dilakukan melalui observasi, penilaian diri,
penilaian antar peserta
didik, ulangan, penugasan,
tes praktek, proyek, dan
portofolio yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.
Berdasarkan Permendikbud No. 23
Tahun 2016 Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup,
tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil
belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian
adalah merupakan pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta
didik. Pembelajaran adalah proses
interaksi antar peserta
didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian Kompetensi
Peserta Didik secara
berkelanjutan dalam proses Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan
hasil belajar Peserta Didik.
b. Fungsi
Dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar
Penilaian Hasil
Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil
belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Penilaian Hasil
Belajar oleh Pendidik bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi, menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi, me- netapkan program perbaikan atau pengayaan
berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Berdasarkan
fungsinya Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi: formatif, dan sumatif. Fungsi Formatif
digunakan untuk memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik dalam sikap,
pengetahuan, dan keterampilan pada setiap kegiatan penilaian selama proses
pembelajaran dalam satu semester, sesuai dengan prinsip Kurikulum 2013.
c. Cakupan Aspek Penilaian Oleh Pendidik
Berikut adalah
rincian singkat cakupan penilaian masing-masing aspek.
1) Sikap
Merujuk pada
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 dan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015,
penilaian sikap dilakukan untuk mengetahui tingkat perkem- bangan sikap
spiritual dan sikap sosial siswa. Memperhatikan Permendikbud Nomor 21 Tahun
2016, sikap spiritual yang dimaksud meliputi keimanan dan ketakwaan. Sementara
itu, sikap sosial mencakup kejujuran, kedisiplinan, ke- santunan, kepercayaan
diri, kepedulian (toleransi, kerjasama, dan gotong-ro- yong), dan rasa
tanggung-jawab.
Berdasarkan
Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016, mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi
Pekerti dan PPKn memiliki KD-KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2.
2)
Pengetahuan
Penilaian
pengetahuan dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan ke- cakapan berfikir
siswa dalam dimensi pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, maupun metakognitif .
3) Keterampilan
Penilaian
keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai teknik, antara lain penilaian
praktik, penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Teknik
penilaian keterampilan yang digunakan dipilih sesuai dengan karakte- ristik KD
pada KI-4.
d. Pendekatan
Penilaian
Penilaian
seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan,yaitu assessment of learning
(penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk
pembelajaran), dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran).
Assessment of
learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran
selesai.
Assessment for
learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses be- lajar mengajar.
Dengan assessment for learning pendidik dapat memberikan umpan balik terhadap
proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan
belajarnya.
Assessment as
learning memiliki fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu
berfungsi sebagai formatif dan dilaksanakan selama proses pem- belajaran
berlangsung. Perbedaannya, assessment as learning melibatkan pe- serta didik secara aktif dalam kegiatan
penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi
penilai bagi dirinya sendiri.
e. Prinsip
Penilaian
1)
Sahih
Agar penilaian
sahih (valid) harus dilakukan berdasar pada data yang mencer- minkan kemampuan
yang diukur.
2)
Objektif
Penilaian tidak
dipengaruhi oleh subjektivitas penilai.
Karena itu perlu diru- muskan pedoman penilaian (rubrik) sehingga dapat
menyamakan persepsi penilai dan meminimalisir
subjektivitas.
3)
Adil
Penilaian tidak
menguntungkan atau merugikan peserta didik karena perbedaan latar belakang
agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, gen- der, dan
hal-hal lain.
4)
Terpadu
Penilaian harus
mengacu pada proses pembelajaran yang dilakukan.
5)
Terbuka
Prosedur penilaian
dan kriteria penilaian harus terbuka, jelas, dan dapat diketa- hui oleh
siapapun.
6)
Menyeluruh
dan berkesinambungan
Penilaian
dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen, diselengga- rakan sepanjang
proses pembelajaran, dan menggunakan pendekatan assess-ment as learning, for
learning, dan of learning secara proporsional.
7)
Sistematis
Penilaian
sebaiknya diawali dengan pemetaan. Dilakukan identifikasi dan analisis KD (kompetensi dasar), dan
indikator ketercapaian KD. Berdasarkan
hasil identifikasi dan analisis tersebut
dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian yang sesuai.
8)
Beracuan
kriteria
Penilaian pada
kurikulum berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria. Artinya untuk
menyatakan seorang peserta didik telah kompeten atau belum bukan dibandingkan
terhadap capaian teman-teman atau
kelompoknya, me- lainkan dibandingkan terhadap kriteria minimal yang
ditetapkan.
9)
Akuntabel
Penilaian dapat
dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, mau- pun hasilnya.
Akuntabilitas penilaian dapat dipenuhi
bila penilaian dilakukan secara sahih, objektif, adil, dan terbuka, sebagaimana
telah diuraikan di atas.
f.
Teknik Penilaian Hasil
Belajar Oleh Pendidik
Pendidik dapat
memilih teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik kompetensi dasar, indikator, atau tujuan
pembelajaran yang akan dinilai. Segala sesuatu yang akan dilakukan dalam proses
penilaian perlu ditetapkan terlebih dahulu pada saat menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Teknik yang biasa digunakan adalah tes
tertulis, tes lisan, dan penugasan. Hasil penilaian pencapaian pengetahuan oleh
pendidik disampaikan dalam bentuk angka dan/ atau deskripsi.
Penilaian
keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kemam- puan peserta
didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu di berbagai macam
konteks sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Penilaian
keterampilan dapat dilakukan dengan berbagai teknik, antara lain penilaian
praktik, penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Teknik
penilaian keterampilan yang digunakan dipilih sesuai dengan karakter- istik KD
pada KI-4. Hasil penilaian pencapaian keterampilan oleh pendidik di- sampaikan
dalam bentuk angka dan/atau deskripsi.
g. Prosedur
Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik
Secara umum,
prosedur penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup:
1)
Penyusunan Rencana
Penilaian, yang meliputi: 1) menetapkan
tujuan pe- nilaian dengan
mengacu pada RPP yang telah disusun, 2)
menyusun kisi-ki- si penilaian, 3) membuat instrumen penilaian berikut pedoman
penilaian, dan 4) melakukan analisis kualitas instrumen;
2)
Pelaksanaan Penilaian;
3)
Pengolahan, Analisis, dan
Interpretasi hasil penilaian;
h. Pelaporan,
dan Pemanfaatan hasil penilaian.
1)
Perencanaan
Penilaian
Perencanaan
dilakukan untuk menetapkan tujuan penilaian dan KD tertentu akan dinilai
menggunakan bentuk apa, teknik apa, berapa frekuensinya, untuk apa peman-
faatannya, serta bagaimana tindak lanjutnya.Langkah-langkah penting dalam perencanaan
pe- nilaian meliputi: Menetapkan Tujuan Penilaian, menentukan Bentuk Penilaian,
Memilih Teknik Penilaian, menyusun kisi-kisi, Menulis soal berdasarkan kisi-ki-
si dan kaidah penulisan soal, menyusun pedoman penskoran.
2)
Pelaksanaan
Penilaian
Pelaksanaan
penilaian adalah eksekusi atas perencanaan penilaian. Frekuensi penilaian yang
dilakukan oleh pendidik ditentukan
berdasarkan hasil pemetaan penilaian dan selanjutnya dicantumkan dalam
program tahunan dan program semester. Penentuan frekuensi penilaian tersebut
didasarkan pada analisis KD. KD-KD “gemuk” dapat dinilai lebih dari 1
(satu) kali, sedangkan KD-KD “kurus”
dapat disatukan untuk sekali penilaian atau diujikan bersama.
Penilaian sikap
dilakukan oleh guru mata pelajaran (selama proses pembela- jaran pada jam
pelajaran) dan/atau di luar jam pembelajaran, guru bimbingan konseling (BK),
dan wali kelas (selama peserta didik di luar jam pelajaran). Penilaian sikap
spiritual dan sosial dilakukan secara terus-menerus selama satu semester.
Penilaian sikap spiritual dan sosial di dalam kelas maupun diluar jam
pembelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK. Guru
mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas mengikuti perkembangan sikap spiri-
tual dan sosial, serta mencatat perilaku peserta didik yang sangat baik atau
kurang baik dalam jurnal segera setelah perilaku tersebut teramati atau me-
nerima laporan tentang perilaku peserta didik.
3)
Pengolahan
Hasil Penilaian
Pengolahan hasil
penilaian sikap untuk membuat deskripsi nilai/perkembangan sikap selama satu
semester.
Ø Guru
mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing mengelom- pokkan
(menandai) catatan-catatan sikap pada jurnal yang dibuatnya ke dalam sikap
spiritual dan sikap sosial (apabila pada jurnal belum ada kolom butir nilai).
Ø Guru
mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat rumusan deskripsi singkat sikap spiritual dan sikap
sosial berdasarkan catatan-catatan jurnal untuk setiap peserta didik.
Ø Wali
kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata pelajaran dan guru
BK. Dengan memperhatikan deskripsi singkat sikap spiritual dan sosial dari guru
mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas yang bersangkutan, wali kelas
menyimpulkan (merumuskan deskripsi)
capaian sikap spiritual dan sosial setiap peserta didik.
Ø Pelaporan
hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.
Pada penilaian
pengetahuan, nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian (PH),
penilaian tengah semester (PTS), dan
penilaian akhir semester (PAS) yang dilakukan
dengan beberapa teknik penilaian sesuai tuntutan kom- petensi dasar
(KD). Penulisan capaian pengetahuan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 –
100 dan deskripsi.
Pada penilaian
keterampilan, Nilai keterampilan diperoleh dari hasil penilaian praktik, produk,
proyek, dan portofolio.penulisan capaian keterampilan pada rapor menggunakan
angka pada skala 0 – 100 dan deskripsi.
4)
Pelaporan,
dan Pemanfaatan Hasil Penilaian
Hasil penilaian
dapat berupa rekap nilai peserta didik, dan atau nilai pada masing-masing
lembar jawabannya, atau bentuk lain sesuai dengan tujuannya. Rekap nilai atau
lembar jawaban sangat diperlukan bagi peserta didik untuk mengetahui materi
yang sudah dikuasai, dan materi yang belum dikuasainya sehingga dapat digunakan
sebagai acuan untuk belajar lebih sungguh-sung- guh. Pelaporan hasil penilaian
juga dalam bentuk rapor untuk setiap semester. Hasil penilaian dapat digunakan
untuk mengetahui kemampuan dan perkem- bangan peserta didik. Di samping itu
hasil penilaian dapat juga memberi gam- baran tingkat keberhasilan pendidikan
pada satuan pendidikan. Berdasarkan hasil penilaian, kita dapat menentukan
langkah atau upaya yang harus dilaku- kan dalam meningkatkan kualitas proses
dan hasil belajar oleh pendidik, satu- an pendidikan, orang tua, peserta didik,
maupun pemerintah.Hasil penilaian yang diperoleh harus diinformasikan langsung kepada peserta didik sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan peserta didik (assess- ment as learning), pendidik
(assessment for learning), dan satuan pendidikan selama proses pembelajaran berlangsung
(melalui PH/pengamatan harian)
maupun setelah beberapa kali program pembelajaran (PTS), atau setelah sele- sai program pembelajaran selama satu semester (PAS). Penilaian yang dilaku- kan oleh pendidik
dengan tujuan untuk memperoleh nilai guna pengisian rapor, maka penilaian ini
merupakan assessment of learning.Hasil analisis penilaian pengetahuan berupa
informasi tentang peserta didik yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal
(KKM) dan peserta didik yang belum mencapai KKM. Bagi peserta didik yang belum
mencapai KKM perlu ditindaklanjuti dengan remedial, sedangkan bagi peserta
didik yang telah men- capai KKM diberikan pengayaan.
B. Materi
yang sulit dipahami
1. Pengembangan
pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)
2. Teori
belajar (BAB II)
3. Model-model
pembelajaran (BAB IV)
4. Evaluasi
hasil belajar (BAB VII)
C. Materi
esensial yang tidak ada dalam sumber belajar
1. Pengembangan
pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)
2. Teori
belajar (BAB II)
3. Model-model
pembelajaran (BAB IV)
4. Evaluasi
hasil belajar (BAB VII)
D. Materi
yang tidak esensial tetapi ada dalam sumber belajar
1. Pengembangan
pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)
2. Teori
belajar (BAB II)
3. Model-model
pembelajaran (BAB IV)
4. Evaluasi Rhasil belajar (BAB VII)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar