Jumat, 08 April 2022

Pengembangan pendidikan karakter dan potensi peserta didik

A.      Ringkasan materi

1.         Pengembangan pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)

Salah satu aspek pedagogik yang harus dikuasai oleh guru adalah memahami karakteristik siswa, agar supaya tujuan pembelajaran, materi yang disiapkan,dan metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan karakteristik siswanya. Perbedaan karakteristik anak salah satunya dipengaruhi oleh psikologi perkembangan.

a.       Metode dalam psikologi perkembangan

Ada dua metode yang sering dipakai dalam menenliti perkembangan manusia, yaitu longitudinal dan cross sectional. Metode longitudinalmengamati dan mengkaji perkembangan satu atau banyak orang yang sama usia dalam waktu yang lama. Kelebihannya adalah kesimpulan yang dihasilkan lebih menyakinkan, tetapi kelemahannya memerlukan waktu yang sangat lama. Sedangkan metode cross sectional mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang sama. Kelebihannya adalah tidak memerlukan waktu lama hasil segera diketahui, tetapi kelemahannya adalah diperlukan kehati-harian dalam menarik kesimpulan karena karakteristik anak berbeda-beda.

b.      Pendekatan dalam psikologi perkembangan

Kajian perkembangan manusia dapat menggunakan pendekatan menyeluruh/global(contoh teori dari Rousseau, Stanly Hall , Havigurst) atau pendekatan khusus/spesifik (contoh teori dari Piaget, Kohlberg, Erickson). Pendekatan menyeluruh menganalisis seluruh segi perkembangan, tetapi untuk mempermudah penelitian pembahasan dilakukan per aspek perkembangan.

c.       Teori-teori perkembangan

Berikut ini beberapa teori perkembangan yang menjadi acuan dalam bidang pendidikan :

1)      A. Jean Jacques Rousseau

Menurut rousseau, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu :

Ø  Masa bayi/infancy (0 – 2 tahun), cirinya masa perkembangan fisik.

Ø  Masa anak/childhood (2 – 12 tahun), cirinya masa perkembangan sebagai manusia primitive.

Ø  Masa remaja/pubescence(12 – 15 tahun), cirinya masa bertualang.

Ø  Masa remaja/adolescence(15 – 25 tahun), cirinya masa hidup sebagai manusia beradab.

2)      Stanly Hall

Menurut Stanly Hall, perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap, yaitu:

Ø  Masa kanak-kanak/infancy(0 – 4 tahun), cirinya perkembangan anak disamakan dengan binatang, yaitu melata/berjalan.

Ø  Masa anak/childhood(4 – 8 tahun), cirinya masa pemburu.

Ø  Masa puber/youth(8 – 12 tahun), cirinya masa belum beradab.

Ø  Masa remaja/adolescence(12 – dewasa), cirinya manusia beradab.

3)      Robert J. Havigurst

Menurut Havigurst, perkembangan anak terbagi menjadi lima tahap, yaitu:

Ø  Masa bayi/infancy (0 – ½ tahun)

Ø  Masa anak awal/early childhood(2/3 – 5/7 tahun)

Ø  Masa anak/latechildhood(5/7 tahun – pubesen)

Ø  Masa adolesense awal/early adolescence(pubesen – pubertas)

Ø  Masa adolesense/lateadolescence(pubertas – dewasa)

4)      Jean Piaget

Piaget lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan kognitif. Menurut piaget ada empat tahap perkembangan kognitif anak, yaitu:

Ø  Tahap sensorimotorik (0 – 2 tahun)

Ø  Tahap praoperasional (2 – 4 tahun)

Ø  Tahap operasional konkrit (7 – 11 tahun)

Ø  Tahap operasional formal (11 – 15 tahun)

5)      Lawrance Kohlberg

Kohlberg lebih memfokuskan kajiannya dalam aspek perkembangan moral kognitif. Menurut Kohlberg perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

Ø  Preconventional moral reasoning

-          Obidience and paunisment orientation, anak berorientasi pada kepatuhan dan takut hukuman.

-          Naively egoistic orientation, anak berorientasi pada intrumen relative.

Ø  Conventional moral reasoning

-          Good boy orientation, anak berorientasi pada perbuatan yang baik.

-          Authority and social order maintenance orientation, anak berorientasi pada aturan dan hukum.

Ø  Post conventional moral reasoning

-          Contranctual legalistic orientation, orientasi anak pada legalitas kontrak sosial.

-          Conscience or principle orientation, orientasi anak pada prinsip-prinsip etika yang bersifat universal.

6)      Erick Homburger Erickson

Erickson memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson ada delapan tahap perkembangan psikososial anak, yang biasa disebut siklus kehidupan (life cycle), yaitu:

Ø  Basic trust vs mistrust (0 – 1 tahun), kemampuan Generativity vs stagnation (20 – 50 tahun), kemampuan membuat, memelihara.

Ø  menerima dan memberi.

Ø  Autonomy vs shame doubt (2 – 3 tahun), kemampuan menahan atau membiarkan.

Ø  Initiative vs guilt (3 – 6 tahun), kemampuan menjadikan seperti permainan.

Ø  Industry vs inferiority (7 – 12 tahun), kemampuan membuat/merangkai sesuatu.

Ø  Identity vs role confusion (12 – 18 tahun), kemampuan menjadi diri sendiri, berbagi konsep diri.

Ø  Intimacy vs isolation (20an), kemampuan melepas dan mencari jati diri.

Ø  Ego integrity vs ( >50 tahun), kemampuan introspeksi, mereview perjalan hidupdespair

 

2.         Teori belajar (BAB II)

Guru sebaiknya menguasai  tentang  teori-teori belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi  secara intelektual dalam belajar, sehingga belajar menjadi  bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar  Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Terdapat dua aliran teori  belajar, yakni aliran teori belajar tingkah laku (behavioristik) dan teori belajar kognitif.

      1.Teori belajar behavioristik

Teori belajar tingkah  laku  dinyatakan oleh  Orton  (1987:  38)  sebagai  suatu  keyakinan bahwa pembelajaran terjadi  melalui  hubungan stimulus    (rangsangan) dan respon (response). empat teori belajar  tingkah  laku yaitu  teori  belajar dari Thorndike, Skinner, Pavlov, dan Bandura.

     2.Teori belajar Vygotsky

Menurut  pandangan konstruktivisme tentang belajar, individu  akan  menggunakan pengetahuan siap dan pengalaman pribadi yang telah  dimilikinya  untuk  membantu memahami masalah  atau  materi   baru. King (1994)

Lev Semenovich  Vygotsky merupakan tokoh  penting  dalam  konstruktivisme sosial. Vygotsky  menyatakan bahwa   siswa  dalam  mengonstruksi  suatu   konsep   perlu memperhatikan lingkungan  sosial. Ada dua  konsep  penting  dalam  teori  Vygotsky, yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.

Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan aktual (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah  secara mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah  di  bawah  bimbingan  orang  dewasa  atau  melalui  kerjasama dengan  teman  sejawat  yang lebih  mampu). Yang dimaksud dengan  orang  dewasa adalah orang lain yang memiliki pengetahuan lebih.

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah  bantuan kepada  siswa  selama  tahap- tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan

 memberikan kesempatan untuk  mengambil  alih tanggung  jawab  yang semakin  besar  setelah  ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa   petunjuk,   dorongan, peringatan, menguraikan  masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa  itu belajar mandiri.

Gambar 2.Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan

 

   3.Teori Belajar Van Hiele

Dalam pembelajaran geometri terdapat teori  belajar  yang dikemukakan oleh  van Hiele  (1954) yang  menguraikan tahap-tahap  perkembangan mental  anak  dalam geometri. van Hiele adalah seorang  guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitiandalam pembelajaran geometri. Penelitian yang dilakukan  van Hiele melahirkan  beberapa  kesimpulan mengenai   tahap-tahap  perkembangan kognitif anak  dalam  memahami geometri. van  Hielemenyatakan bahwa  terdapat 5  tahap pemahaman geometri yaitu: pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan akurasi.

MenuruRt  van Hiele, semua  anak mempelajari geometri dengan  melalui tahaptahap tersebut, dengan  urutan yang sama, dan  tidak  dimungkinkan adanya  tingkat  yang diloncati. Akan tetapi, kapan  seseorang siswa  mulai  memasuki suatu  tingkat  yang baru  tidak  selalu  sama  antara siswa  yang  satu  dengan  siswa  yang  lain. Proses perkembangan dari tahap  yang satu ke tahap  berikutnya terutama tidak ditentukan oleh umur  atau  kematangan biologis, tetapi  lebih bergantung pada pengajaran dari guru  dan proses  belajar  yang dilalui siswa. Menurut  van Hiele seorang  anak yang berada pada tingkat  yang lebih rendah tidak mungkin  dapat    mengerti atau  memahami materi  yang berada pada  tingkat  yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak  itu  baru   bisa  memahami  melalui  hafalan  saja  bukan   melalui  pengertian. Adapun fase-fase  pembelajaran yang menunjukkan tujuan  belajar  siswa dan peran guru   dalam   pembelajaran  dalam   mencapai   tujuan   itu.  Fase-fase   pembelajaran tersebut adalah:  1)  fase  informasi, 2)  fase  orientasi, 3)  fase  eksplisitasi, 4)  fase orientasi bebas, dan 5) fase integrasi. 

 

     4.Teori Belajar Ausubel

David   Ausubel   adalah   seorang    ahli   psikologi   pendidikan.   Ausubel   memberi penekanan  pada  proses   belajar   yang  bermakna.  Teori  belajar   Ausubel  terkenal dengan  belajar  bermakna dan  pentingnya pengulangan sebelum  belajar  dimulai. Menurut   Ausubel  belajar   dapat   dikalifikasikan  ke  dalam  dua  dimensi.  Dimensi pertama berhubungan dengan  cara informasi  atau  materi  pelajaran yang disajikan pada  siswa  melalui  penerimaan atau  penemuan. Dimensi  kedua  menyangkut cara bagimana  siswa  dapat  mengaitkan informasi  itu pada  struktur kognitif yang telah ada, yang alam struktur kognitifnya, dalam  hal ini terjadi  belajar  hafalan. Menurut  Ausubel & Robinson  (dalam  Dahar: 1989)  kaitan antar  kedua dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.  Bentuk-bentuk belajar (menurut Ausubel & Robinson, 1969)

Menurut  Ausubel  (dalam  Dahar, 1988:116) prasyarat-prasyarat belajar  bermakna ada  dua  sebagai  berikut. (1)  Materi  yang  akan  dipelajari harus  bermakna secara potensial; kebermaknaan  materi   tergantung  dua   faktor,   yakni   materi   harus memiliki  kebermaknaan logis  dan  gagasan-gagasan yang  relevan  harus  terdapat dalam  struktur kognitif siswa. (2)  Siswa yang akan  belajar  harus  bertujuan untuk melaksanakan belajar  bermakna. Dengan  demikian mempunyai kesiapan dan  niat untuk belajar bermakna.

 

Prinsip-prinsip dalam teori belajar Ausubel

Menurut  Ausubel faktor yang paling penting  yang mempengaruhi belajar adalah apa yang sudah  diketahui siswa.

Prinsip-prinsip tersebut adalah:

a.Pengaturan Awal (advance  organizer).

b.Diferensiasi  Progresif.

c.Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi  Integratif)

Penerapan Teori Ausubel dalam Pembelajaran

Untuk  menerapkan teori  Ausubel  dalam  pembelajaran, Dadang  Sulaiman  (1988) menyarankan agar menggunakan dua fase, yakni fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Fase perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan  pembelajaran, mendiagnosis  latar  belakang  pengetahuan siswa,  membuat struktur  materi   dan memformulasikan pengaturan  awal. Sedangkan fase  pelaksanaan dalam pembelajaran terdiri dari pengaturan awal, diferensiasi progresif, dan rekonsiliasi integratif.

      5.Teori Belajar Bruner

Jerome  Bruner   adalah   seorang   ahli  psikologi   perkembangan  dari   Universitas Haevard, Amerika Serikat, yang telah  mempelopori aliran  psikologi belajar  kognitif yang   memberikan  dorrongan   agar   pendidikan  memberikan  perhatian   pada pentingnya pengembangan berpikir.

Belajar sebagai Proses Kognitif

Menurut  Bruner  dalam belajar melibatkan tiga  proses  yang  berlangsung hampir bersamaan.  Ketiga  proses tersebut adalah (1)  memperoleh informasi  baru,  (2) transformasi informasi, dan (3) menguji relevan informasi dan ketepatan pengetahuan.

Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme  instrumental . Pandangan ini berpusat pada  dua  prinsip, yaitu:  (1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan  yang  dibangunnya  dan (2) model-model  semacam  itu  mulamula diadopsi  dari  kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu  diadaptasi pada kegunaan bagi orang yang bersangkutan.

Bruner   (1966)  mengemukakan bahwa  terdapat tiga  sistem   keterampilan untuk menyatakan kemampuan-kemampuan secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut  tiga cara penyajian  (modes of presents), yaitu:

a.        Cara penyajian  enaktif

Anak belajar sesuatu pengetahuan secara  aktif, dengan  menggunakan benda- benda konkret atau situasi nyata. Dengan cara ini anak mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa  menggunakan pikiran  atau kata-kata. Cara ini terdiri atas penyajian  kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon  motorik. Dalam cara penyajian  ini anak secara langsung terlihat.

b.        Cara penyajian ikonik

Cara penyajian ikonik didasarkan pada  pikiran  internal dimana  pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik,  yang dilakukan  anak berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objekobjek  yang dimanipulasinya. Anak tidak langsung  memanipulasi objek seperti  yang dilakukan  siswa  dalam  tahap  enaktif. Bahasa  menjadi  lebih  penting  sebagai suatu media berpikir.

c.         Cara penyajian simbolik

Cara penyajian  simbolik didasarkan pada sistem  berpikir abstrak, arbitrer, dan lebih   fleksibel.  Dalam   tahap   ini   anak   memanipulasi   simbol-simbol  atau lambang-lambang objek  tertentu. Anak tidak  lagi terikat dengan  objekobjek pada  tahap  sebelumnya. Siswa  pada  tahap  ini  sudah  mampu  menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek lain.

 

 

6.    Menerapkan Metode Penemuan dalam Pembelajaran

Salah satu dari model-model instruksional kognitif yang paling berpengaruh adalah model belajar  penemuan Jerome Bruner (1966). Selanjutnya  Bruner  memberikan arahan bagaimana peran guru dalam  menerapkan belajar  penemuan pada  siswa, sebagai berikut.

a.        Merencanakan  materi   pelajaran  yang  diperlukan  sebagai  dasar   bagi  para siswa  untuk  memecahkan masalah. Guru hendaknya menggunakan sesuatu yang sudah  dikenal  oleh siswa, kemudian guru mengemukakan sesuatu yang berlawanan, sehingga  terjadi  konflik dengan pengalaman siswa. Akibatnya timbullah masalah, yang akan merangsang siswa untuk  menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis, dan mencoba  menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah tersebut.

b.        Urutan  pengajaran hendaknya menggunakan cara  penyajian  enaktif, ikonik, kemudian simbolik karena  perkembangan intelektual siswa diasumsikan mengikuti  urutan enaktif, ikonik, kemudian simbolik.

c.         Pada saat siswa memcahkan  masalah,  guru  hendaknya berperan  sebagai pembimbing atau  tutor. Guru hendaknya tidak  mengungkap terlebih dahulu prinsip  atau aturan yang akan dipelajari, guru hendaknya memberikan saran- saran jika diperlukan. Sebagai tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada saat yang tepat untuk perbaikan siswa.

d.        Dalam menilai hasil belajar  bentuk  tes dapat berupa tes objektif atau tes esay, karena tujuan-tujuan pembelajaran tidak dirumuskan secara  mendetail. Tujuan belajar penemuan adalah mempelajari generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri generalisasi-generalisasi itu.

 

3.         Model-model pembelajaran (BAB IV)

Proses pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah untuk pelaksanaan kurikulum 2013 tertuang dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan no. 103 tahun 2014 yang dinaungi dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan no. 22 tahun 2016 tentang standar proses beserta lampirannya. Dalam lampiran permen tersebut dinyatakan tentang konsep dasar mengenai proses pembelajaran yaitu bahwa peserta didik dipandang sebagai subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuannya.

Sasaran pembelajaran dalam menerapkan kurikulum 2013 mencakup ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Untuk ranah sikap diperoleh dengan melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, menganalisis, dan mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.

Berikut ini beberapa desain pembelajaran yang selaras dengan prinsip pembelajaran menggunakan kurikulum 2013, antara lain:

a.       Pendekatan Saintifik dan Metode Saintifik

Dalam permendikbud no. 103 tahun 2014 dinyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri atas lima langkah kegiatan belajar, yakni mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting), menalar/mengasosiasi (associating), dan mengkomunikasikan (communicating).

Pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan berbasis proses keilmuan. Sedangkan model saintifik merupakan prosedur atau proses yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah sebagai berikut:

1)      Meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berfikir tingkat tinggi peserta didik,

2)      Membentuk kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik,

3)      Memperoleh hasil belajar yang tinggi,

4)      Melatih peserta didik dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah, serta

5)      Mengembangkan karakter peserta didik.

b.      Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning)

Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari (otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau memperoleh pengetahuan baru.

Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis masalah dalah sebagai berikut :

1)      Penggunaan masalah nyata (otentik)

2)      Berpusat pada peserta didik (student-centered)

3)      Guru berperan sebagai fasilitator

4)      Kolaborasi antar peserta didik

5)      Sesuai dengan paham konstruktivisme yang menekankan peserta didik untuk secara aktif memperoleh pengetahuannya sendiri.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah:

1)      Klasifikasi permasalahan

2)      Brainstorming

3)      Pengumpulan informasi dan data

4)      Berbagi informasi dan berdiskusi untuk menemukan solusi penyelesaian masalah

5)      Presentasi hasil penyelesaian masalah

6)      Refleksi.

c.       Pembelajaran Berbasis Projek (Project-based Learning)

Pembelajaran Berbasis Proyek  (PBP) adalah kegiatan pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan PBP terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik dalam menghasilkan produk.

Tujuan Pembelajaran Berbasis Projek (PBP) adalah:

1)      Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran.

2)      Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah projek.

3)      Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah projek yang kompleks dengan hasil produk nyata berupa barang atau jasa.

4)      Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber/bahan/alat untuk menyelesaikan tugas/projek.

5)      Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PBP yang bersifat kelompok.

Prinsip-prinsip pembelajaran berbasis projek adalah:

1)      Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas-tugas projek pada kehidupan nyata untuk memperkaya pembelajaran.

2)      Tugas projek menekankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.

3)      Tema atau topik yang dibelajarkan dapat dikembangkan dari suatu kompetensi dasar tertentu atau gabungan beberapa kompetensi dasar dalam suatu mata pelajaran, atau gabungan beberapa kompetensi dasar antar mata pelajaran.

4)      Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara otentik dan menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan tema/topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan atau hasil karya). Produk tersebut selanjutnya dikomunikasikan untuk mendapatkan tanggapan dan umpan balik untuk perbaikan produk.

5)      Pembelajaran dirancang dalam pertemuan tatap muka dan tugas mandiri dalam fasilitasi dan monitoring oleh guru.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis projek adalah:

1)      Penentuan projek,

2)      Perancangan langkah-langkah penyelesaian projek,

3)      Penyusunan jadwal pelaksanaan projek,

4)      Penyelesaikan projek dengan fasilitasi dan monitoring guru,

5)      Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil projek,

6)      Evaluasi proses dan hasil projek.

d.      Pembelajaran Inquiry/Discovery

Pembelajaran Inquiry/Discoverymerupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

TujuanInquiry/Discovery Learning adalah:

1)      Agar siswa mampu merumuskan dan menjawab pertanyaan apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana, mengapa, dsb.Atau dengan kata lain untuk membantu siswa berpikir secara analitis.

2)      Untuk mendorong siswa agar semakin berani dan kreatif berimajinasi.

Langkah-langkah Inquiry/Discovery Learning adalah:

1)      Merumuskan masalah

2)      Merencanakan prosedur

3)      Mengumpulkan dan menganalisis data

4)      Menarik kesimpulan

5)      Aplikasi dan tindak lanjut

4.         Evaluasi hasil belajar (BAB VII)

a.       Pengertian Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Mentri Pendidikan Dan Kebudyaan Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidikan Dan Satuan Penddikan Pada Pendidikan dasar dan pendidikan menengah, penilain hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan iformasi/data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek pegetahuan, dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar Penlaian Hasil Belajar Oleh Pendidik Dilakukan Secara Berkesinambungan.

Berdasarkan Permendikbud No. 81A tahun 2013 istilah penilaian (assesment) terdiri dari tiga kegiatan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi.

Berdasarkan Permendikbud No. 53 tahun 2015 penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran. Penilaian dilakukan melalui observasi, penilaian  diri,  penilaian  antar  peserta  didik,  ulangan,  penugasan,  tes  praktek, proyek, dan portofolio yang disesuaikan dengan karakteristik kompetensi.

Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Penilaian adalah merupakan pengumpulan dan  pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran  adalah  proses  interaksi  antar  peserta  didik, antara peserta didik dengan pendidik  dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian  Kompetensi  Peserta  Didik secara berkelanjutan dalam proses Pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.

b.      Fungsi Dan Tujuan Penilaian Hasil Belajar

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi,  menetapkan ketuntasan  penguasaan kompetensi,  me- netapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi, dan memperbaiki proses pembelajaran.

Berdasarkan fungsinya Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi:  formatif, dan sumatif. Fungsi Formatif digunakan untuk memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada setiap kegiatan penilaian selama proses pembelajaran dalam satu semester, sesuai dengan prinsip Kurikulum 2013.

c.       Cakupan  Aspek Penilaian Oleh Pendidik

Berikut adalah rincian singkat cakupan penilaian masing-masing aspek.

1)      Sikap

Merujuk pada Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 dan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015, penilaian sikap dilakukan untuk mengetahui tingkat perkem- bangan sikap spiritual dan sikap sosial siswa. Memperhatikan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2016, sikap spiritual yang dimaksud meliputi keimanan dan ketakwaan. Sementara itu, sikap sosial mencakup kejujuran, kedisiplinan, ke- santunan, kepercayaan diri, kepedulian (toleransi, kerjasama, dan gotong-ro- yong), dan rasa tanggung-jawab.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016, mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dan PPKn memiliki KD-KD yang diturunkan dari KI-1 dan KI-2.

2)      Pengetahuan

Penilaian pengetahuan dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan ke- cakapan berfikir siswa dalam dimensi pengetahuan  faktual, konseptual, prosedural, maupun metakognitif .

3)      Keterampilan

Penilaian keterampilan  dapat dilakukan  dengan berbagai teknik, antara lain penilaian praktik, penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Teknik penilaian keterampilan yang digunakan dipilih sesuai dengan karakte- ristik KD pada KI-4.

d.      Pendekatan Penilaian

Penilaian seharusnya dilaksanakan melalui tiga pendekatan,yaitu assessment of learning (penilaian akhir pembelajaran), assessment for learning (penilaian untuk pembelajaran), dan assessment as learning (penilaian sebagai pembelajaran).

Assessment of learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai.

Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses be- lajar mengajar. Dengan assessment for learning pendidik dapat memberikan umpan balik terhadap proses belajar peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan belajarnya.

Assessment as learning memiliki fungsi yang mirip dengan assessment for learning, yaitu berfungsi sebagai formatif dan dilaksanakan selama proses pem- belajaran berlangsung. Perbedaannya, assessment as learning melibatkan  pe- serta didik secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Peserta didik diberi pengalaman untuk belajar menjadi penilai bagi dirinya sendiri.

e.       Prinsip Penilaian

1)        Sahih

Agar penilaian sahih (valid) harus dilakukan berdasar pada data yang mencer- minkan kemampuan yang diukur.

2)        Objektif

Penilaian tidak dipengaruhi oleh subjektivitas  penilai. Karena itu perlu diru- muskan pedoman penilaian (rubrik) sehingga dapat menyamakan persepsi penilai dan meminimalisir  subjektivitas.

3)        Adil

Penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, gen- der, dan hal-hal lain.

4)        Terpadu

Penilaian harus mengacu pada proses pembelajaran yang dilakukan.

5)        Terbuka

Prosedur penilaian dan kriteria penilaian harus terbuka, jelas, dan dapat diketa- hui oleh siapapun.

6)        Menyeluruh dan berkesinambungan

Penilaian dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen, diselengga- rakan sepanjang proses pembelajaran, dan menggunakan pendekatan assess-ment as learning, for learning, dan of learning secara proporsional.

7)        Sistematis

Penilaian sebaiknya diawali dengan pemetaan. Dilakukan identifikasi  dan analisis KD (kompetensi dasar), dan indikator  ketercapaian KD. Berdasarkan hasil identifikasi  dan analisis tersebut dipetakan teknik penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian yang sesuai.

8)        Beracuan kriteria

Penilaian pada kurikulum  berbasis kompetensi  menggunakan acuan kriteria. Artinya untuk menyatakan seorang peserta didik telah kompeten atau belum bukan dibandingkan terhadap capaian teman-teman  atau kelompoknya, me- lainkan dibandingkan terhadap kriteria minimal yang ditetapkan.

9)        Akuntabel

Penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, mau- pun hasilnya. Akuntabilitas  penilaian dapat dipenuhi bila penilaian dilakukan secara sahih, objektif, adil, dan terbuka, sebagaimana telah diuraikan di atas.

f.        Teknik Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik

Pendidik dapat memilih teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik  kompetensi dasar, indikator, atau tujuan pembelajaran yang akan dinilai. Segala sesuatu yang akan dilakukan dalam proses penilaian perlu ditetapkan terlebih dahulu pada saat menyusun  rencana pelaksanaan pembelajaran  (RPP). Teknik yang biasa digunakan adalah tes tertulis, tes lisan, dan penugasan. Hasil penilaian pencapaian pengetahuan oleh pendidik disampaikan dalam bentuk angka dan/ atau deskripsi.

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kemam- puan peserta didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu di berbagai macam konteks sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi. Penilaian keterampilan  dapat dilakukan  dengan berbagai teknik, antara lain penilaian praktik, penilaian produk, penilaian proyek, dan penilaian portofolio. Teknik penilaian keterampilan yang digunakan dipilih sesuai dengan karakter- istik KD pada KI-4. Hasil penilaian pencapaian keterampilan oleh pendidik di- sampaikan dalam bentuk angka dan/atau deskripsi.

g.      Prosedur Penilaian  Hasil Belajar Oleh Pendidik

Secara umum, prosedur penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup:

1)       Penyusunan Rencana Penilaian, yang meliputi: 1) menetapkan  tujuan pe- nilaian  dengan mengacu  pada RPP yang telah disusun, 2) menyusun kisi-ki- si penilaian, 3) membuat instrumen penilaian berikut pedoman penilaian, dan 4) melakukan analisis kualitas instrumen;

2)       Pelaksanaan Penilaian;

3)       Pengolahan, Analisis, dan Interpretasi hasil penilaian;

h.      Pelaporan, dan Pemanfaatan hasil penilaian.

1)        Perencanaan Penilaian

Perencanaan dilakukan untuk menetapkan tujuan penilaian dan KD tertentu akan dinilai menggunakan bentuk apa, teknik apa, berapa frekuensinya, untuk apa peman- faatannya, serta bagaimana tindak lanjutnya.Langkah-langkah penting dalam perencanaan pe- nilaian meliputi: Menetapkan Tujuan Penilaian, menentukan Bentuk Penilaian, Memilih Teknik Penilaian, menyusun kisi-kisi, Menulis soal berdasarkan kisi-ki- si dan kaidah penulisan soal, menyusun pedoman penskoran.

2)        Pelaksanaan Penilaian

Pelaksanaan penilaian adalah eksekusi atas perencanaan penilaian. Frekuensi penilaian yang dilakukan oleh pendidik ditentukan  berdasarkan hasil pemetaan penilaian dan selanjutnya dicantumkan dalam program tahunan dan program semester. Penentuan frekuensi penilaian tersebut didasarkan pada analisis KD. KD-KD “gemuk” dapat dinilai lebih dari 1 (satu)  kali, sedangkan KD-KD “kurus” dapat disatukan untuk sekali penilaian atau diujikan bersama.

Penilaian sikap dilakukan oleh guru mata pelajaran (selama proses pembela- jaran pada jam pelajaran) dan/atau di luar jam pembelajaran, guru bimbingan konseling (BK), dan wali kelas (selama peserta didik di luar jam pelajaran). Penilaian sikap spiritual dan sosial dilakukan secara terus-menerus selama satu semester. Penilaian sikap spiritual dan sosial di dalam kelas maupun diluar jam pembelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK. Guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas mengikuti perkembangan sikap spiri- tual dan sosial, serta mencatat perilaku peserta didik yang sangat baik atau kurang baik dalam jurnal segera setelah perilaku tersebut teramati atau me- nerima laporan tentang perilaku peserta didik.

3)        Pengolahan Hasil Penilaian

Pengolahan hasil penilaian sikap untuk membuat deskripsi nilai/perkembangan sikap selama satu semester.

Ø  Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing mengelom- pokkan (menandai) catatan-catatan sikap pada jurnal yang dibuatnya ke dalam sikap spiritual dan sikap sosial (apabila pada jurnal belum ada kolom butir nilai).

Ø  Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat rumusan  deskripsi singkat sikap spiritual dan sikap sosial berdasarkan catatan-catatan jurnal untuk setiap peserta didik.

Ø  Wali kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata pelajaran dan guru BK. Dengan memperhatikan deskripsi singkat sikap spiritual dan sosial dari guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas yang bersangkutan, wali kelas menyimpulkan  (merumuskan deskripsi) capaian sikap spiritual dan sosial setiap peserta didik.

Ø  Pelaporan hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.

Pada penilaian pengetahuan, nilai pengetahuan diperoleh dari hasil penilaian harian (PH), penilaian tengah semester  (PTS), dan penilaian akhir semester (PAS) yang dilakukan  dengan beberapa teknik penilaian sesuai tuntutan kom- petensi dasar (KD). Penulisan capaian pengetahuan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 – 100 dan deskripsi.

Pada penilaian keterampilan, Nilai keterampilan diperoleh dari hasil penilaian praktik, produk, proyek, dan portofolio.penulisan capaian keterampilan pada rapor menggunakan angka pada skala 0 – 100 dan deskripsi.

4)        Pelaporan, dan Pemanfaatan Hasil Penilaian

Hasil penilaian dapat berupa rekap nilai peserta didik, dan atau nilai pada masing-masing lembar jawabannya, atau bentuk lain sesuai dengan tujuannya. Rekap nilai atau lembar jawaban sangat diperlukan bagi peserta didik untuk mengetahui materi yang sudah dikuasai, dan materi yang belum dikuasainya sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk belajar lebih sungguh-sung- guh. Pelaporan hasil penilaian juga dalam bentuk rapor untuk setiap semester. Hasil penilaian dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan dan perkem- bangan peserta didik. Di samping itu hasil penilaian dapat juga memberi gam- baran tingkat keberhasilan pendidikan pada satuan pendidikan. Berdasarkan hasil penilaian, kita dapat menentukan langkah atau upaya yang harus dilaku- kan dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar oleh pendidik, satu- an pendidikan, orang tua, peserta didik, maupun pemerintah.Hasil penilaian yang diperoleh harus diinformasikan  langsung kepada peserta didik sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan peserta didik (assess- ment as learning), pendidik (assessment for learning), dan satuan pendidikan selama  proses pembelajaran  berlangsung  (melalui PH/pengamatan  harian) maupun setelah beberapa kali program pembelajaran (PTS), atau setelah  sele- sai program pembelajaran  selama satu semester  (PAS). Penilaian yang dilaku- kan oleh pendidik dengan tujuan untuk memperoleh nilai guna pengisian rapor, maka penilaian ini merupakan assessment of learning.Hasil analisis penilaian pengetahuan berupa informasi tentang peserta didik yang telah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan peserta didik yang belum mencapai KKM. Bagi peserta didik yang belum mencapai KKM perlu ditindaklanjuti dengan remedial, sedangkan bagi peserta didik yang telah men- capai KKM diberikan pengayaan.

 

B.       Materi yang sulit dipahami

1.      Pengembangan pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)

2.      Teori belajar (BAB II)

3.      Model-model pembelajaran (BAB IV)

4.      Evaluasi hasil belajar (BAB VII)

C.       Materi esensial yang tidak ada dalam sumber belajar

1.      Pengembangan pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)

2.      Teori belajar (BAB II)

3.      Model-model pembelajaran (BAB IV)

4.      Evaluasi hasil belajar (BAB VII)

D.    Materi yang tidak esensial tetapi ada dalam sumber belajar

1.      Pengembangan pendidikan karakter dan potensi peserta didik (BAB I)

2.      Teori belajar (BAB II)

3.      Model-model pembelajaran (BAB IV)

4.      Evaluasi Rhasil belajar (BAB VII) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar